Prabumulih, RT – Menjamurnya sekolah negeri tentunya sangat merugikan bagi sekolah swasta, hal itu dikarenakan banyak siswa yang lebih memilih masuk sekolah negeri daripada masuk ke sekolah swasta, akibatnya banyak sekolah swasta di Kota Prabumulih yang kekurangan siswa atau kuota siswa yang ideal tidak terpenuhi, padahal bagi sekolah swasta sangat mempengaruhi penghasilan dari guru – guru yang mengajar di sekolah tersebut, demikian diungkapkan oleh Kepala SMP Yayasan Bakti (YB) Kota Prabumulih, Drs Arkoni, (7/11).
Dikatakan Arkoni terkait tak tercapainya quota siswa disejumlah sekolah swasta, membenarkan hal tersebut. "Kita pada tahun ini menargetkan agar 6 kelas bagi siswa baru yang berjumlah 200 siswa ternyata tidak tercapai, yakni hanya sebanyak 160 siswa saja yang mau masuk ke sekolah kita artinya hanya bisa menampung 5 kelas saja, itu baru sekolah kita, kalau untuk sekolah swasta lainnya kita tidak tahu persis jumlahnya tapi memang hampir seluruh sekolah swasta itu tak mencukupi quota," ujarnya.
Mengenai penurunan siswa baru tersebut, Arkoni mengaku jika hal tersebut berdampak pada penghasilan dan kesejahteraan para guru. "Penurunan jumlah siswa baru ini berdampak pada dana BOS yang kita terima. Besaran dana BOS yang diterima tiap sekolah itu dihitung dari jumlah siswa yang ada," katanya.
Selain itu, sambung Arkoni, aturan penggunaan dana BOS tahun 2016 juga dinilai merugikan sekolah. Mengingat, tahun sebelumnya tidak ada ketentuan yang membatasi penggunaan dana BOS. Sehingga rata rata sekolah swasta gunakan 80 persen dana bos untuk membayar gaji guru dan 20 persen untuk operasional. "Sejak 2016, dana bos hanya boleh dipergunakan 30 persen untuk gaji guru, sisanya 70 operasional. Tadinya yang honor guru sampai Rp 35 ribu per jam, dengan adanya aturan itu tidak bisa lagi, jadi terpaksa honor guru dikurangi menjadi Rp 25 ribu per jamnya," bebernya.
Sehingga, untuk menutupi kekurangan yang ada akibat ketentuan penggunaan dana bos dan berkurangnya siswa baru tersebut, pihaknya terpaksa menaikkan SPP, "Terpaksa kami naikkan SPP, yang tadinya hanya Rp 60 ribu, jadi Rp 75 ribu," ujarnya.
Untuk mempertahankan keberadaan sekolah swasta, Arkoni berharap, kedepan Pemerintah tidak melakukan penambahan sekolah baru, cukup mengoptimalkan sekolah yang ada saja. "Kita berharap Pemkot, agar mau membantu kami dengan cara tidak lagi memndirikan sekolah negeri, tapi cukup membina sekolah yang sudah ada, termasuk sekolah swasta yang banyak tersebar di Prabumulih ini,” tandasnya.
Sementara itu, Pengamat Pemerintah dan Pendidikan, Akhmad Muftizar Zawawi menilai Pemerintah seharusnya lebih arif dalam menyikapi fenomena sekolah swasta yang kekurangan siswa. "Tidak boleh ada monopoli dalam pendidikan, sebab pemerintah juga butuh kompetitor untuk tingkatkan daya saing dalam hal ini sekolah swasta. Tidak bisa persaingan itu hanya antar sesama sekolah negeri saja," tegasnya.
Namun, sambung Muftizar begitu ia disapa, dilain pihak sekolah swasta juga tidak boleh pasrah atau malah menyalahkan pemerintah sepenuhnya. "Justru ini merupakan tantangan bagi mereka bagaimana bisa menjadi sekolah pilihan yang bermutu bagi siswa, sehingga diharapkan nantinya memang ada market yang benar benar memilih mereka," pungkasnya. (01).