LightBlog

23/06/23

Tak Mau Komentar Soal Dugaan Pungli di PLTU Sumsel Satu, Sekda : Silahkan Tanya Kadisnaker Muara Enim


MUARA ENIM, RT
– Terkait dugaan pungli penerimaan tenaga kerja buruh kasar di proyek PLTU Sumsel Satu, Desa Tanjung Menang, Kecamatan Rambang Niru. Pemerintah Kabupaten Muara Enim melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Defenitif Ir. Yulius tak bisa ambil sikap.

Dikonfirmasi diruang kerjanya, Sekda yang baru dilantik pada Maret 2023 lalu itu tak ingin memberikan tanggapan sedikitpun, terkait dugaan pungli tenaga kerja, serta keterlibatan oknum kepala desa di ring satu dan penerjemah diperusahaan tersebut, Jum’at (23/06/2023).

Bahkan mantan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran itu seolah mendikte wartawan yang hendak mengkonfirmasi dengan menanyakan legalitas sebagai wartawan berkompeten.

“Kamu kan sebagai jurnalis, jurnalis itu kan memberitakan uong tu berimbang, sebelum kamu lahir aku pernah punyo koran,” ucap Sekda.

Saat pertanyaan dilayangkan kembali, Sekda Ir. Yulius tetap tidak ingin memberikan tanggapan dan mengarahkan semua ke Kepala Dinas Ketenagakerjaan. Lebih lucunya lagi konfirmasi dari wartawan tentang dugaan pungli diminta bukti transaksi pungli.

Sementara, ditempat terpisah Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Muara Enim Hj.Siti Herawati mengaku akan memonitor informasi dugaan pungli yang terjadi di PLTU Satu.

“Prinsip dalam rekrutmen adalah transparan, terbuka, tidak dipungut biaya. Apabila ada pungutan itu adalah oknum,” tulis Hera membalas konfirmasi media ini seraya mengatakan pihaknya akan memantau hal tersebut. "Kami akan memonitor hal ini” tutunya.

Sebelumnya, diberitakan ada dugaan pungli penerimaan tenaga kerja kuli kasar di PLTU Sumsel Satu, yang diduga kuat ada keterlibatan oknum jades, mandor serta penerjemah di perusahaan asing tersebut

Hingga berita ini diterbitkan, pihak perusahaan terkait belum bisa dikonfirmasi dan terkesan tertutup kepada awak media.

Tak hanya itu, narasumber terpercaya kami, mengaku jika beberapa hari terakhir praktik pungli tenaga kerja kuli kasar untuk pekerjaan kontruksi PLTU masih tetap berlangsung hingga saat ini. 

Keluhan lainnya seperti tidak adanya kontrak kerja, jaminan kesehatan, dan jaminan ketenagakerjaan menjadi berita utama yang sering mendapat sorotan.

Hal itu tampak jelas dengan sering terjadi kecelakaan kerja yang selalu ditutupi dan dugaan kurangnya pengawasan keselamatan kerja yang seperti tak diperhatikan oleh pemerintah setempat.

Dikutip dari kompas.com ada beberapa pelanggaran administratif penerimaan tenaga kerja sering terjadi, diantaranya :

Diskriminasi dalam memperoleh pekerjaan.
Diskriminasi dalam bekerja.
Tidak terpenuhinya persyaratan penyelenggaraan pelatihan kerja.
Pemagangan di luar wilayah Indonesia yang tidak sesuai aturan.
Pemungutan biaya penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai aturan.
Perusahaan tidak membentuk lembaga kerja bipartit padahal sudah mempekerjakan lebih dari 50 orang pekerja.
Pemberi kerja tenaga kerja asing yang tidak sesuai aturan.
Pemberi kerja tidak membayar kompensasi kepada tenaga kerja asing.
Pemberi kerja tidak memulangkan tenaga kerja asing setelah masa kerja berakhir.
Perusahaan tidak menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
Pengusaha tidak membagikan naskah perjanjian kerja bersama kepada pekerja atas biaya perusahaan.

Adapun pelanggaran pidana pada Pengusaha yang memungut biaya penempatan tenaga kerja oleh perusahaan penempatan kerja swasta: Sanksi pidana penjara paling lama empat tahun dan denda maksimal Rp 400 juta. (Tf)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox