SUMBAR, RUBRIKTERKINI -- Setelah beraktivitas sejak pagi, Ketua DPRD Sumbar, Supardi, tiba tiba memberhentikan Voorijder di depan Pasar Payakumbuh. Rombongan kaget, karena tidak ada agenda masuk ke pasar.
“Kita turun di sini, lalu berjalan ke Pasa Pabukoan, sambil silaturahmi dengan masyarakat,” kata Supardi yang diikuti oleh rombongan.
Supardi lalu menyusuri lorong pasar payakumbuh, sembari bersalaman dengan banyak kawan kawannya. Tidak ada jarak. Senyum dan tawa mengembang, tidak terkecuali tukang ojek yang sedang beristirahat.
“Saya besar dan dibesarkan di Pasa Payakumbuah,” ucap Supardi kepada Kepala Divisi Pemasaran Bank Nagari, Syafrizal yang mendampinginya.
Payakumbuh bagi Supardi adalah masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Tempat hidup dan mengabdi. Tempat cita cita disemai, dipupuk dan suatu saat memanen asa tersebut.
Di Pasa Pabukoan yang legendaris itu, tidak sedikit pedagang dan pengunjung yang kaget ketika dihampiri Supardi.
“Eeee Pak Supardi, singgah lah dulu pak, boli pabukoan kami (Pak Supardi, mampir dulu pak, beli takjil kami,” ungkap salah satu pedagang sambil menyambut tangan Supardi dengan hangat untuk bersalaman.
Sementara itu, dua orang anak gadis tak jauh dari tempat itu berbisik. “Bapoto wak jo Pak Supardi lu lah, apak tu dikampuang wak beliau banyak maagiah bantuan jawi (Berfoto kita dulu dengan Pak Supardi, di kampung kita, beliau banyak memberi bantuan sapi,” katanya setengah berbisik.
Di tengah keramaian sore itu, Supardi sambil berkelakar dengan pedagang, mengimbau pedagang untuk tidak mencampur makanan yang dijual dengan zat pengawet dan pemanis yang berbahaya bagi kesehatan.
“Kan lai pakai gulo cindua ko ni? Jan campu lo jo pemanis buatan atau pewarna,” ungkap Supardi.
“Ndak pak, kami lai pakai gulo soka,” jawab pedagang sambil membungkus makanan untuk diberikan ke Supardi.
Di Pasa Pabukoan ini tersedia beragam menu makanan dan jajanan. Namun yang paling banyak dicari adalah berbagai makanan tradisional, yang kadang hanya ada ketika Bulan Ramadan. Sebut saja Bongko, Mie Tahu, aneka gorengan, berbagai jenis sambal, minuman dan banyak lainnya.
Jam sudah menunjukkan pukul 18.00 WIB, sebentar lagi sirine berbuka berbunyi. “Kita jalan ke Tambago, warga sudah menunggu kita untuk berbuka puasa bersama,” kata Supardi ke ajudannya.
Pasa Pabukoan Jumat sore itu, memang sedang ramai ramainya. Pembeli berdesakan. Memang pasa pabukoan adalah tradisi masyarakat Payakumbuh. Tidak hanya untuk mencari takjil, tapi juga ajang silaturahmi.
“Pasa Pabukoan mampu menggerakkan perekonomian masyarakat, dan pedagang harus menjaga kebersihan dan keramahan, apalagi nanti saat perantau pulang, tentu pasar ini akan semakin ramai,” ungkap Supardi, sesaat sebelum menaiki mobil BA 3 nya.(*)
Editor:Heru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar