LightBlog

15/03/25

Proyek Normalisasi Sungai Kelekar Rp38 Miliar Menjadi Bancaan Para Pejabat Elit


PRABUMULIH, RUBRIKTERKINI - Proyek normalisasi Sungai Kelekar senilai Rp38 miliar yang digadang-gadang menjadi solusi banjir dan longsor di Kota Prabumulih, kini menjadi sorotan tajam. Alih-alih membawa manfaat, proyek ini justru menuai kekecewaan mendalam dari warga, khususnya di kawasan Prabusari, Kelurahan Karang Raja, Kecamatan Prabumulih Timur. Dugaan penyimpangan, mulai dari pengerjaan yang tidak tuntas, kualitas buruk, hingga isu mark-up anggaran, mencuat dan memicu amarah warga serta perhatian serius dari lembaga pengawas.


Di lapangan, ditemukan fakta bahwa proyek ini tidak dikerjakan secara menyeluruh. Ada bagian sungai sepanjang lebih dari 10 meter yang dibiarkan tanpa sentuhan, terutama di area yang rawan longsor dan banjir. 



Selain itu, kualitas pengecoran bantaran sungai sangat memprihatinkan, dengan banyak bagian yang sudah retak dan longsor, padahal proyek ini belum rampung. Warga menduga kuat bahwa material yang digunakan tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertuang dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB), atau bahkan ada pengurangan volume material.



Anton (36 tahun), warga Prabusari, dengan nada geram menunjukkan kerusakan yang terjadi. "Ini baru dibangun, Pak, tapi sudah hancur. Bagaimana ini bisa melindungi kami dari longsor?," ujarnya pada Sabtu (15 Maret 2025).


 Ia juga mempertanyakan alasan kontraktor yang tidak menyelesaikan pekerjaan di daerahnya. "Katanya alat berat tidak bisa masuk, tapi pihak PUPR dan DPRD sudah pernah meninjau lokasi ini, jadi alasan itu tidak masuk akal," tegasnya.



Sartika (40 tahun), warga lainnya, menambahkan keluhan terkait janji ganti rugi lahan dan tanam tumbuh yang terdampak proyek. "Kontraktor bernama Ambi sudah berulang kali berjanji, tapi sampai sekarang tidak ada realisasi. Kami sudah demo dan bertemu langsung, tapi hanya janji-janji kosong yang kami dapat," tuturnya dengan nada emosi.


Kondisi proyek yang amburadul ini memunculkan dugaan kuat adanya penyimpangan dalam pengelolaan anggaran. Ketua DPW Lembaga Pemantau dan Pencegahan Korupsi (LP2KP) Sumatera Selatan, Silvanus Desmansyah, menyatakan kekecewaannya dan menduga ada "permainan" dalam proyek ini. "Proyek yang seharusnya selesai tepat waktu ini malah berlarut-larut hingga tahun 2025. Ini jelas mencurigakan," ujarnya.



LP2KP berjanji akan melakukan investigasi mendalam terhadap proyek ini dan melaporkannya kepada pihak berwajib jika ditemukan indikasi korupsi. "Kami tidak akan tinggal diam. Dana publik harus digunakan dengan transparan dan akuntabel. Ini bukan hanya soal kerugian negara, tapi juga soal keselamatan warga yang terancam longsor," tegas Desman. 


"Proyek normalisasi Sungai Kelekar ini seharusnya menjadi contoh sukses pembangunan infrastruktur yang bermanfaat bagi masyarakat. Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal yang sebaliknya. Kegagalan proyek ini bukan hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga menimbulkan dampak sosial yang besar, yaitu hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan potensi ancaman bencana yang lebih besar.


Penting bagi pihak terkait, baik pemerintah daerah, kontraktor, maupun lembaga pengawas, untuk segera mengambil tindakan tegas. Investigasi yang transparan dan akuntabel harus dilakukan untuk mengungkap kebenaran dan menindak pelaku penyimpangan. Selain itu, perbaikan segera harus dilakukan terhadap bagian-bagian proyek yang rusak dan belum selesai, agar manfaat proyek ini dapat dirasakan oleh masyarakat."pungkasnya.


Editor:Heru


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Adbox